Dahulu kala sebelum nama suku Minangkabau ditemukan,
suku Minang belumlah memiliki nama. Pada saat itu, suku tersebut dipimpin oleh
dua orang Datuak, yakni Datuak Katumanggungan dan Datuak Parpatian Nan
Sabatang. Kedua Datuak tersebut memimpin dua suku yaitu Bodi Chaniago dan Koto
Piliang. Pada suatu hari datanglah seorang saudagar kaya membawa seekor kerbau
yang sangat besar mencoba menantang suku tersebut. Katanya, jika suku itu tak
bisa mengalahkan kerbau miliknya, maka semua wilayah suku itu menjadi milik
saudagar. Saudagar itu memberi waktu satu minggu untuk menemukan kerbau yang
akan bertanding dengan kerbau miliknya. Anggota suku itu langsung mendatangi
ketua suku mereka, Datuak Katumanggungan dan Datuak Parpatian Nan Sabatang,
mencoba untuk meminta saran agar dapat memenangi pertandingan adu kerbau.
Namun, alangkah kagetnya, ternyata jawaban Datuak adalah menyuruh mereka
mencari kerbau yang berumur 1 minggu.
Seminggu berlalu, akhirnya kedua
kerbau tersebut diadu. Alangkah terkejutnya saudagar kaya itu melihat hasil
pertandingan. Kerbau besar yang dibanggakannya tumbang melawan kerbau kecil
yang bahkan umurnya belum sebulan. Usut punya usut sebelum pertandingan
berlangsung, kerbau kecil itu sengaja tak diberi air susu sehingga kelaparan,
kemudian tepat sebelum pertandingan dimulai, Datuak meminta untuk memasang
tanduk palsu pada kerbau kecil itu, karena ia belum memiliki tanduk. Ketika
pertandingan berlangsung, kerbau kecil yang kelaparan melihat kerbau yang besar
langsung menjadi agresif sehingga berlari ke bawah perut kerbau besar dan
merobeknya. Seketika kerbau besar itu roboh dan mati. Sejak saat itulah suku
yang memenangkan pertandingan adu kerbau itu dinamai Minangkabau ( Minang=
Tanduk).
Suku Minangkabau merupakan suku yang
mempunyai beraneka ragam budaya yang menarik. Di samping sejarahnya, Minang
masih menyimpan sejuta keunikan dari budayanya, salah satunya adalah rumah adat
Minangkabau yakni Rumah Gadang, yang berarti rumah besar. Sama seperti rumah
adat pada suku-suku di Indonesia, Rumah Gadang juga berbentuk rumah panggung,
hal ini dimaksudkan untuk menghindari serangan hewan buas. Yang unik dari rumah
Gadang ini yaitu mekanisme pembangunannya. Rumah Gadang tidak boleh dibangun
oleh sembarang orang. Hanya orang-orang tertentu seperti Datuak dan keluarga
bangsawan yang bisa membangun Rumah Gadang. Untuk membangun Rumah Gadang tidak
diperkenankan membangun sendiri-sendiri, melainkan dibangun bersama-sama dengan
bergotong royong. Disamping mekanisme pembangunannya, hal unik lainnya dari Rumah
Gadang yaitu atapnya yang berbentuk runcing yang disebut gonjong. Dibalik
bentuk Rumah Gadang, tersimpan sebuah filosofi yang dalam. Yang pertama adalah
gonjong, jumlah gonjong ada enam yang melambangkan rukun iman dan mengajarkan
keimanan. Kemudian bentuk Rumah Gadang tampak samping yang menyerupai bentuk
kapal melambangkan bahwa anak lelaki harus merantau, dan setelah merantau
haruslah berguna. Intinya bahwa orang-orang dari suku Minang diharuskan untuk
menuntut ilmu. Yang terakhir yakni motif pada Rumah Gadang yang terbuat dari
bahan-bahan alam, melambangkan bahwa orang Minang harus belajar dari alam
karena alam memberikan yang terbaik untuk kita.
gambar diambil dari: http://www.downloadgambar.info/wp-content/uploads/gambar-rumah-gadang-2-gambar-rumah-gadang-3-gambar-rumah-gadang-4-20140524013052-537ff64cb11c0.jpg |
Hal unik lain dari suku Minangkabau
ialah sistem kekeluargaannya. Tidak seperti suku-suku dan bangsa-bangsa pada
umumnya yang menganut sistem patrilineal yakni garis keturunan berdasarkan
bapak, suku Minangkabau menganut sistem matrilineal yaitu garis keturunan
berdasarkan ibu. Hal ini berarti marga keluarga pada suku Minang diturunkan
melalui garis ibu. Sehingga apabila ada pemuda berasal dari suku Minang yang
meminang perempuan di luar suku Minang, maka garis keturunannya akan hilang,
dan anaknya kemungkinan besar tidak memiliki suku karena sebagian besar suku di
Indonesia menganut sistem Patrilineal. Untuk mendapatkan kembali status sebagai
suku Minang, maka anak laki-laki yang berasal dari pernikahan beda suku tadi
harus menikahi perempuan dari suku Minang. Apabila dalam sebuah pernikahan di
suku Minang terdapat perceraian, maka anak secara otomatis akan dirawat oleh
ibunya. Hal menarik lainnya yaitu pernikahan suku Minang. Apabila di suku-suku
lain sang calon mempelai lelaki yang meminang calon mempelai perempuan,
sedangkan di suku Minang justru sebaliknya. Sang calon perempuanlah yang
mendatangi rumah sang calon mempelai lelaki dan meminang serta membayarnya.
Semakin tinggi status sosial sang calon mempelai laki-laki, maka semakin mahal
“harga” calon mempelai lelaki, terutama ketika calon mempelai laki-laki adalah
seorang Datuak.
Suku Minangkabau dipimpin oleh
seseorag yang diberi gelar Datuak. Untuk menjadi Datuak tidaklah mudah, karena
selain disumpah, seorang Datuak harus memiliki sifat seperti Nabi yakni Sidiq,
Amanah, Tabligh, Fatonah ditambah Adil. Datuak merupakan gelar kepala suku yang
diturunkan dari paman ke keponakannya dari saudara perempuan. Sedangkan
pemimpin dari kaum perempuan disebut bundokanduang. Bundokanduang ini merupakan
istri dari Datuak. Bundokanduang
bertugas untuk mengayomi ibu-ibu dari suku Minangkabau dan memelihara
harta-harta keluarga. Sama seperti Datuak, untuk menjadi seorang bundokanduang
tidaklah mudah. Ada atuaran-aturan bagi bundokanduang yang tidak boleh
dilanggar, karena apabila dilanggar maka kewibawaan bundokanduang akan luntur
dan hilang. Dalam bersikap bundokanduang tidak diperkenankan :
-
Sumbang kecek ( salah ngomong)
-
Sumbang Mata ( salah lihat)
-
Sumbang Talinga ( salah dengar)
-
Sambang Duduak ( posisi duduk)
-
Sumbang Tagak ( cara berdiri), dan
- Sumbang Jahweh yang berarti meminta
solusi dari sebuah masalah. Apabila dalam menjelaskan tidak sempurna atau salah
maka kewibawaan bundokanduang akan menghilang.
Suku Minang dipimpin oleh 3 tokoh
yakni Penghulu yang terdiri atas Datuak , Sutan, dan Tuanku. Ketiganya
merupakan orang yang berkuasa atas adat. Kemudian ada cadiak pandai yaitu orang
yang berilmu, dan yang terakhir ada alim ulama yang berkuasa atas agama. Ketika
ada masalah di dalam suku, untuk memecahkannya tidak dapat diputuskan melalui
satu tokoh saja. Penghulu, cadiak pandai, dan alim ulama harus berdiskusi
terlebih dahulu sebelum memecahkan masalah yang ada.
Sedangkan dibidang bahasa dan sopan
santun, sama seperti suku Jawa suku Minangkabau juga memiliki
tingkatan-tingkatan yang berbeda, antara lain :
-
Mandaki yang diperuntukan bagi orang
yang lebih tua
-
Manurun diperuntukan untuk orang yang
lebih muda
-
Mandata digunakan bagi sesama atau teman
sebaya, dan
-
Mulerang digunakan oleh Pak Dhe kepada
Pak Le. Biasanya bahasa yang digunakan dalam Mulerang ialah bahasa pantun
ataupun kiasan.
Sebagai penutup ada sebuah prinsip dari orang Minang
yang sangat menarik yang jika dibahasa indonesiakan menjadi : “ Terhimpit di
atas terkurung di luar” arti dari prinsip itu yakni dalam menghadapi sebuah
masalah haruslah bersifat cerdik agar masalah dapat teratasi.
Penulis adalah Khasanah Budi Rahayu biasa dipanggil Ayu dari Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP angkatan 2013. Kalau ingin berkenalan dengannya bisa menghubungi twitternya di @khasanahayuchan. Tulisan ini merupakan hasil diskusi dengan pembicara utama Aditya Fajar dari Jurusan Oceanografi Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan angkatan 2010. Jika teman-teman ingin kontak Adit bisa follow twitternya @dps_adityafp
0 comments