Sunday 2 November 2014

Khasanah Minangkabau sebagai Kultur Indonesia



Dahulu kala sebelum nama suku Minangkabau ditemukan, suku Minang belumlah memiliki nama. Pada saat itu, suku tersebut dipimpin oleh dua orang Datuak, yakni Datuak Katumanggungan dan Datuak Parpatian Nan Sabatang. Kedua Datuak tersebut memimpin dua suku yaitu Bodi Chaniago dan Koto Piliang. Pada suatu hari datanglah seorang saudagar kaya membawa seekor kerbau yang sangat besar mencoba menantang suku tersebut. Katanya, jika suku itu tak bisa mengalahkan kerbau miliknya, maka semua wilayah suku itu menjadi milik saudagar. Saudagar itu memberi waktu satu minggu untuk menemukan kerbau yang akan bertanding dengan kerbau miliknya. Anggota suku itu langsung mendatangi ketua suku mereka, Datuak Katumanggungan dan Datuak Parpatian Nan Sabatang, mencoba untuk meminta saran agar dapat memenangi pertandingan adu kerbau. Namun, alangkah kagetnya, ternyata jawaban Datuak adalah menyuruh mereka mencari kerbau yang berumur 1 minggu.
            Seminggu berlalu, akhirnya kedua kerbau tersebut diadu. Alangkah terkejutnya saudagar kaya itu melihat hasil pertandingan. Kerbau besar yang dibanggakannya tumbang melawan kerbau kecil yang bahkan umurnya belum sebulan. Usut punya usut sebelum pertandingan berlangsung, kerbau kecil itu sengaja tak diberi air susu sehingga kelaparan, kemudian tepat sebelum pertandingan dimulai, Datuak meminta untuk memasang tanduk palsu pada kerbau kecil itu, karena ia belum memiliki tanduk. Ketika pertandingan berlangsung, kerbau kecil yang kelaparan melihat kerbau yang besar langsung menjadi agresif sehingga berlari ke bawah perut kerbau besar dan merobeknya. Seketika kerbau besar itu roboh dan mati. Sejak saat itulah suku yang memenangkan pertandingan adu kerbau itu dinamai Minangkabau ( Minang= Tanduk).
            Suku Minangkabau merupakan suku yang mempunyai beraneka ragam budaya yang menarik. Di samping sejarahnya, Minang masih menyimpan sejuta keunikan dari budayanya, salah satunya adalah rumah adat Minangkabau yakni Rumah Gadang, yang berarti rumah besar. Sama seperti rumah adat pada suku-suku di Indonesia, Rumah Gadang juga berbentuk rumah panggung, hal ini dimaksudkan untuk menghindari serangan hewan buas. Yang unik dari rumah Gadang ini yaitu mekanisme pembangunannya. Rumah Gadang tidak boleh dibangun oleh sembarang orang. Hanya orang-orang tertentu seperti Datuak dan keluarga bangsawan yang bisa membangun Rumah Gadang. Untuk membangun Rumah Gadang tidak diperkenankan membangun sendiri-sendiri, melainkan dibangun bersama-sama dengan bergotong royong. Disamping mekanisme pembangunannya, hal unik lainnya dari Rumah Gadang yaitu atapnya yang berbentuk runcing yang disebut gonjong. Dibalik bentuk Rumah Gadang, tersimpan sebuah filosofi yang dalam. Yang pertama adalah gonjong, jumlah gonjong ada enam yang melambangkan rukun iman dan mengajarkan keimanan. Kemudian bentuk Rumah Gadang tampak samping yang menyerupai bentuk kapal melambangkan bahwa anak lelaki harus merantau, dan setelah merantau haruslah berguna. Intinya bahwa orang-orang dari suku Minang diharuskan untuk menuntut ilmu. Yang terakhir yakni motif pada Rumah Gadang yang terbuat dari bahan-bahan alam, melambangkan bahwa orang Minang harus belajar dari alam karena alam memberikan yang terbaik untuk kita. 
gambar diambil dari: http://www.downloadgambar.info/wp-content/uploads/gambar-rumah-gadang-2-gambar-rumah-gadang-3-gambar-rumah-gadang-4-20140524013052-537ff64cb11c0.jpg

            Hal unik lain dari suku Minangkabau ialah sistem kekeluargaannya. Tidak seperti suku-suku dan bangsa-bangsa pada umumnya yang menganut sistem patrilineal yakni garis keturunan berdasarkan bapak, suku Minangkabau menganut sistem matrilineal yaitu garis keturunan berdasarkan ibu. Hal ini berarti marga keluarga pada suku Minang diturunkan melalui garis ibu. Sehingga apabila ada pemuda berasal dari suku Minang yang meminang perempuan di luar suku Minang, maka garis keturunannya akan hilang, dan anaknya kemungkinan besar tidak memiliki suku karena sebagian besar suku di Indonesia menganut sistem Patrilineal. Untuk mendapatkan kembali status sebagai suku Minang, maka anak laki-laki yang berasal dari pernikahan beda suku tadi harus menikahi perempuan dari suku Minang. Apabila dalam sebuah pernikahan di suku Minang terdapat perceraian, maka anak secara otomatis akan dirawat oleh ibunya. Hal menarik lainnya yaitu pernikahan suku Minang. Apabila di suku-suku lain sang calon mempelai lelaki yang meminang calon mempelai perempuan, sedangkan di suku Minang justru sebaliknya. Sang calon perempuanlah yang mendatangi rumah sang calon mempelai lelaki dan meminang serta membayarnya. Semakin tinggi status sosial sang calon mempelai laki-laki, maka semakin mahal “harga” calon mempelai lelaki, terutama ketika calon mempelai laki-laki adalah seorang Datuak.

            Suku Minangkabau dipimpin oleh seseorag yang diberi gelar Datuak. Untuk menjadi Datuak tidaklah mudah, karena selain disumpah, seorang Datuak harus memiliki sifat seperti Nabi yakni Sidiq, Amanah, Tabligh, Fatonah ditambah Adil. Datuak merupakan gelar kepala suku yang diturunkan dari paman ke keponakannya dari saudara perempuan. Sedangkan pemimpin dari kaum perempuan disebut bundokanduang. Bundokanduang ini merupakan istri dari Datuak.  Bundokanduang bertugas untuk mengayomi ibu-ibu dari suku Minangkabau dan memelihara harta-harta keluarga. Sama seperti Datuak, untuk menjadi seorang bundokanduang tidaklah mudah. Ada atuaran-aturan bagi bundokanduang yang tidak boleh dilanggar, karena apabila dilanggar maka kewibawaan bundokanduang akan luntur dan hilang. Dalam bersikap bundokanduang tidak diperkenankan :
-          Sumbang kecek ( salah ngomong)
-          Sumbang Mata ( salah lihat)
-          Sumbang Talinga ( salah dengar)
-          Sambang Duduak ( posisi duduk)
-          Sumbang Tagak ( cara berdiri), dan
-         Sumbang Jahweh yang berarti meminta solusi dari sebuah masalah. Apabila dalam menjelaskan tidak sempurna atau salah maka kewibawaan bundokanduang akan menghilang.
            Suku Minang dipimpin oleh 3 tokoh yakni Penghulu yang terdiri atas Datuak , Sutan, dan Tuanku. Ketiganya merupakan orang yang berkuasa atas adat. Kemudian ada cadiak pandai yaitu orang yang berilmu, dan yang terakhir ada alim ulama yang berkuasa atas agama. Ketika ada masalah di dalam suku, untuk memecahkannya tidak dapat diputuskan melalui satu tokoh saja. Penghulu, cadiak pandai, dan alim ulama harus berdiskusi terlebih dahulu sebelum memecahkan masalah yang ada.
            Sedangkan dibidang bahasa dan sopan santun, sama seperti suku Jawa suku Minangkabau juga memiliki tingkatan-tingkatan yang berbeda, antara lain :
-          Mandaki yang diperuntukan bagi orang yang lebih tua
-          Manurun diperuntukan untuk orang yang lebih muda
-          Mandata digunakan bagi sesama atau teman sebaya, dan
-          Mulerang digunakan oleh Pak Dhe kepada Pak Le. Biasanya bahasa yang digunakan dalam Mulerang ialah bahasa pantun ataupun kiasan.
Sebagai penutup ada sebuah prinsip dari orang Minang yang sangat menarik yang jika dibahasa indonesiakan menjadi : “ Terhimpit di atas terkurung di luar” arti dari prinsip itu yakni dalam menghadapi sebuah masalah haruslah bersifat cerdik agar masalah dapat teratasi.
             


Penulis adalah Khasanah Budi Rahayu biasa dipanggil Ayu dari Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP angkatan 2013. Kalau ingin berkenalan dengannya bisa menghubungi twitternya di  @khasanahayuchan. Tulisan ini merupakan hasil diskusi dengan pembicara utama Aditya Fajar dari Jurusan Oceanografi Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan angkatan 2010. Jika teman-teman ingin kontak Adit bisa follow twitternya @dps_adityafp
Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...

0 comments

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© 2011 Komunitas Gali Softskill (GOKILL)
Designed by BlogThietKe Cooperated with Duy Pham
Released under Creative Commons 3.0 CC BY-NC 3.0
Posts RSSComments RSS
Back to top