Kesibukan stasiun Malang semakin
bertambah ramai dengan berlari – larinya seorang pemuda bernama Bayu Kristanto
yang sepertinya hampir ketinggalan kereta. Usut punya usut kehadiran pemuda
tersebut di stasiun kereta kota Malang hendak menemui seseorang yang akan
segera berpaling dari kota Malang. Karena masa belajarnya orang tersebut di Malang
telah usai maka ia harus pulang kembali ke rumahnya di Jakarta.
Sesampainya di ruang tunggu,
pandangan matanya langsung menyusuri setiap sudut ruangan, mencari - cari
sesosok orang yang ia cari. Dia cukup kelimpungan
mencari – cari sesosok orang yang ternyata bernama Seruni. Waktu sudah
menunjukan pukul 16.00 waktu Malang dan kereta Matarmaja jurusan Malang - Pasar Senen
Jakarta yang kemungkinan besar di tumpangi oleh Seruni
berangkat pukul 17.00. Sesuai perhitungan semestinya Bayu masih bisa bertemu
dengan Seruni di stasiun.
Akan tetapi detik demi detik berlalu, menit demi menit hingga
keberangkatan kereta tersebut Bayu tak kunjung menemukan wajah Seruni di
stasiun. Entah seberapa berartinya Seruni bagi Bayu hingga di tengah – tengah
kesibukannya itu, dia masih mencoba menyempatkan ke stasiun untuk menemui Seruni
di akhir kehadirannya di kota Malang. Padahal di hari yang sama dia sedang
bertugas keluar kota untuk mengantarkan barang pesanan hasil karya dia beserta
teman – temannya.
Bunyi peluit kayu tanda berangkatnya
kereta Matarmaja seolah menjadi pertanda perginya sebuah harapan dari benak
hati Bayu. Memang kehadiran Bayu sendiri ke stasiun tidak di ketahui oleh Seruni
karena memang Seruni tidak minginginkan terjadinya pertumpahan air mata di
stasiun, kalau - kalau ada seseorang yang mengantarkannya pergi dari kota Malang.
Kalau sudah terjadi seperti ini
memang sudah tidak bisa di salahkan. Seruni tidak ingin kepergiannya
meninggalkan tangis bagi Bayu, dan Bayu sendiri tidak menginginkan kalau niat
baiknya untuk mengantarkan Seruni sampai ke stasiun bisa mengganggu pikirannya
dia.
Dalam hidup memang sering
terjadi hal yang seperti demikian, sebuah pertemuan pasti akan dibarengi dengan
sebuah pasangannya yang bernama perpisahan. Kita tidak akan pernah tau hari
esok kita berada di mana dengan siapa. Mungkin hari ini aku masih di sini
bersamamu akan tetapi esok atau bahkan nanti aku akan berada di tempat berbeda
dengan orang yang berbeda pula. Olehnya itu sebagai manusia kita harus
menyiapkan segala sesuatunya. Harus siap di tinggalkan dan meninggalkan segala
sesuatu yang berasama kita selama ini. Begitupun sebaliknya kalian harus sudah
siap ketika suatu saat aku pergi meninggalkan kalian.
Seperti halnya perkara jodoh, meskipun bumi terbelah
dan langit menyambar dengan petirnya untuk memisahkan dua insan, kalau memang
sudah jodoh pasti suatu saat akan di pertemukan lagi, akan di persatukan lagi
dengan peristiwa yang tidak terduga. Seperti halnya Nabi Adam a.s bersama Siti
Hawa saat meninggalkan surga dan turun ke bumi, mereka berdua terpisahkan. Akan
tetapi setelah bertahun – tahun berpisah akhirnya mereka dapat bertemu dan dipersatukan
lagi hingga menurunkan anak cucunya.
Itu sedikit refleksi dari umat terdahulu bagaimana bersikap dalam
menghadapi sebuah perpisahan. Perpisahan harus di hadapi sebagai sebuah
pembelajaran, karena segala sesuatunya yang datang dari Allah S.W.T adalah hal
yang terbaik untuk umatnya. Tidak mungkin Allah memberikan hal yang buruk bagi
umatnya. Olehnya itu tinggal bagaimana kita menyikapinya dan mampu mengambil
berbagai hikmah yang terkandung di dalam peristiwa yang sudah kita alami.
Dalam filisofi orang jawa ada gabungan kata yaitu ora pateken yang artinya kurang lebih untuk menunjukan suatu hal
yang bukan menjadi masalah sama sekali. Bila terjadi sebuah perpisahanpun kita
harus menyikapinya secara ora
pateken. Perpisahan harus mampu membuatmu tegar, harus mampu membimbingmu
semakin berdiri tegak menyusuri jalan-Nya. Bukan semakin membuatmu lemah dan
terbawa oleh rasa yang cenderung menyesatkan. Seperti kebanyakan orang pada
hari ini, muda – mudi pada hari ini yang gampang menangis hanya karena di tinggal oleh pacarnya, di
selingkuhi oleh kekasihnya. Dan sadar tidak sadar,
muda mudi pada hari ini sejatinya adalah pemuda pemudi harapan bangsa di episode
masa depan. Sering kita menangis karena hal menye
– menye seperti demikian, tapi pernahkah kita menangisi dosa – dosa akibat
perbuatan atau ucapan yang kita sudah lakukan ? Perpisahan yang patut kita
tangisi adalah ketika kita berpisah dari hidayah, berpisah dari ilmu berpisah
dari tuntunan-Nya sebagai jalan keselamatan dunia dan akhirat.
“tet.....tet.....” tiba –tiba
terdengar bunyi klakson mobil yang mampu membangunkan Bayu dari tidurnya dan
menghilangkan segala bayang – bayang yang ada di pikirannya mengenai kegagalan
misinya menemui Seruni di stasiun. Saat terbangun dia segera mengelap air
liurnya yang hampir menetes saat dia tidur. Wajah Bayu menampakan kelelahan
karena memang sudah beberapa hari ini dia lembur dan langsung tancap keluar
kota untuk mengantarkan barang. Keseharian dia beserta teman – temannya memang
terlihat cukup padat, sehingga dia jarang sekali tidur di siang hari apalagi
sore – sore.
Waktu masih menunjukan pukul 14.00 dalam perjalanan menuju ke Malang,
sesuai perhitungan Bayu beserta rombongan akan masuk di kota Malang pukul 15.30
dan bisa sampai di stasiun Malang pukul 16.00. Akhirnya setelah melewati
kemacetan Bayu sampai juga di stasiun tunjuannya dia untuk menemui Seruni.
Dengan langkah mantap dan pandangan yang tajam dia menatap stasiun dengan penuh
keyakinan dan diapun membiarkan teman – temannya untuk pulang duluan.
Sesampainya di ruang tunggu stasiun dia langsung mencari sesosok orang,
namun tidak kunjung ketemu. Diapun langsung menuju tempat duduk yang letaknya
di sudut ruangan agar seisi ruangan bisa terlihat dengan jelas. Waktu mulai
menunjukan pukul 16.15 dan masih belum melihat sesosok orang yang ia tunggu.
Sempat muncul sebuah keraguan dalam dirinya kalau - kalau ternyata dia salah
memprediksi kereta dan jam kepulangan Seruni ke Jakarta. Akan tetapi keraguan
itu nampaknya tidak mampu mengalahkan keyakinannya yang mungkin jauh lebih
besar. Bayu akhirnya tetap memilih untuk duduk santai sambil mengisi baterai
handphone yang memang sudah habis saat perjalanan ke Malang.
Sambil ngobrol dengan penumpang yang dia temui di ruangan itu, Bayu
akhirnya melihat sesosok insan yang ia tunggu – tunggu selama ini. Diapun
membiarkan sesosok itu sibuk sendiri mencetak tiket yang mungkin dia pesan
lewat minimarket. Saat lagi santai tiba – tiba Seruni langsung bergegas masuk
peron kereta api. Bayupun langsung panik dan bergegas menemui Seruni, yang dia
kira akan menunggu di ruang tunggu sambil duduk di situ. Namun ternyata kali ini
prediksinya salah. Mereka berduapun akhirnya bertemu dengan segala keadaan yang
biasa saja, rasa yang sewajarnya sebagai sahabat.
Pertemuan itu memang terlihat sebentar namun cukup berkesan, pertemuan
yang sekilas tapi cukup membekas. Akhirnya pertemuan merekapun di pisahkan oleh
jadwal keberangkatan kereta Matarmaja yang hendak berangkat. Serunipun bergegas
masuk peron stasiun dan Bayu langsung berdiri di depan pintu masuk peron sambil
menatap kepergian Seruni hingga dia tak terlihat lagi. Perpisahan itupun tidak
di banjiri dengan setetes tangis dan sepercik kesedihan satupun. Hanya sebuah
senyum menawan dari mereka berdua dan sedikit kekakuan namun masih wajar.
Dalam perjalanan pulang Bayu berfikir kalau perpisahan tidak selalu
menyedihkan, apalagi setelah melihat Seruni yang pergi meninggalkan Bayu
mengembangkan senyum yang sanggup mempermalukan rembulan. Saat kita berpisah dari orang – orang, kita harus mampu meninggalkan senyum dan
keceriaan bukan kesedihan yang mendalam karena yang akan kita jalani sebenarnya hanya
petualangan baru di kehidupan yang sama, lembaran baru di buku yang sama bukan menulis di buku
baru atau menjalani new life atau kehidupan baru. Sebuah tulisan yang berpijak
dari lembaran lembaran sebelumnya, sebuah kehidupan yang berpijak dari sejarah
kehidupan – kehidupan sebelumnya. Pertemuan dan perpisahan itu hanya untuk
saling menguatkan dan mendewasakan bukan untuk saling melemahkan dan berfikir
kekanak – kanakan. Dan ketakutan akan kehilangan seseorang itu tidak ada,
tembuslah ketakutan – ketakutan itu sampai engkau berfikir bahwa ketakutan itu tidak ada,
kita hanya boleh takut pada Yang Satu, tidak boleh takut pada manusia apalagi
takut kehilangan manusia.
Seperti halnya para guru – guru kita yang selalu mengalami perpisahan
tiap tahunnya dengan murid murid kesayangannya. Akan tetapi di setiap
perpisahan itu justru guru –guru kita selalu mampu menampakan guratan – guratan
keceriaan, sebagai pertanda keikhlasannya dan kepercayaannya bahwa murid
–muridnya nanti akan lebih bahagia setelah ini. Dan sinyalemen itupun disambut dengan murid – murid yang
juga menampakan keceriaan. Begitupun dengan Bayu, seberkas senyum yang Seruni
tinggalkan mampu meyakinkannya kalau Seruni akan lebih bahagia di sana.
Everything is a test, semuanya
itu hanya test untuk menguji seberapa
besar engkau mampu berserah diri pada-Nya. Seberapa
besar keteguhan jiwamu, seberapa besar kekuatanmu dalam menghadapi problematika
dunia. You never know how strong you are,
until being strong is the only choice you have. Dan seperti kata presiden
pertama Indonesia, “seorang pemimpin tidak akan merubah tujuan, hanya karena
hukuman”. Begitupun ketika dia berpisah dengan seseorang, dia tidak boleh
merubah tujuan hanya karena perpisahan itu. Bayu masih sangat muda, begitupun Seruni
perjalanan hidupnya masih panjang, banyak yang mesti di pelajari oleh mereka
berdua. Semoga di usianya yang mulai menginjak dewasa mereka makin bisa
bermanfaat lebih luas, makin bisa mengangkat harkat dan martabat hidup orang
Indoesia asli sebagai cita – cita bangsa Indonesia, ataupun menghapus budak
dari perbudakan sebagai jalan yang mendaki lagi sukar. “Khairunnas anfa'uhum linnas”, sebaik-baik manusia diantaramu adalah
yang paling banyak bermanfaat bagi orang lain.
0 comments