Di
ruangan itu, ada 8 orang yang membentuk setengah lingkaran dimana satu orang
berada di depan sebagai pembicara, tema kali ini dapat dikatakan cukup berat,
dalam, mengasyikan, sekaligus membingungkan.
“Ada
yang tahu apa itu filsafat?”. Pembicara
pun memulai diskusi dengan pertanyaan yang menggelitik untuk di jawab.
Jawaban-jawaban pun saling berurutan (karena memang diharuskan untuk aktif
dalam diskusi ini). Semua jawaban dapat dibenarkan.
Pembicaraan
atau diskusi berlanjut. Sebagai pengantar, pembicara memberikan kisah mengenai
tanya jawab menarik antara seseorang yang sedang mencari jati diri dengan
seorang Filsuf kenamaan.
“Apakah
Anda tahu ada berapa golongan manusia di dunia ini??”, tanya seseorang yang
ingin tahu ini.
“Wah
itu pertanyaan yang lumayan sulit untuk dijawab, tapi akan saya coba untuk
menjawabnya. Jadi manusia di dunia ini dibagi menjadi 4 Golongan:
1. Orang
yang tahu di tahunya
2. Orang
yang tahu di tidak tahunya
3. Orang
yang tidak tahu di tahunya
4. Tidak
tahu di ketidaktahunya
Dapat
disimpulkan orang yang terakhir adalah yang paling berbahaya, karena orang ini
sok tahu, padahal sebenarnya dia tidak tahu, bahkan yang dia ketahui adalah sesuatu
yang. Kau tahu? Harus kita luruskan.”
Pembicara
melanjutkan pemaparannya,
“Nah,
temen-temen semua, ada pertanyaan lain yang tak kalah penting nih. Kenapa kita
perlu berfilsafat?. Apa kegunaanya?”
Salah
seorang menjawab, “Kita perlu berfilsafat karena kita butuh untuk memecahkan
masalah.”
“Bisa
dijabarkan lebih jauh?”
“Ya,
sebagai contoh begini, Ketika kita lapar, Apa yang harus kita lakukan? Kita
seharusnya mencari makan? Darimana makanan dapat kita peroleh? Kita bisa
membuatnya atau membeli diwarung makan. Apakah kita uang kita cukup? Dan
seterusnya dan sebagainya. Jadi berfilsafat perlu guna memecahkan problem yang
kita hadapi, dalam contoh ini problem akan rasa lapar.”
“Jawaban
yang bagus dan dapat diterima, ada yang lain?”
Jawab
seseorang, “Kita perlu berfilsafat guna meng-upgrade pikiran kita.”
Sahut
yang lain, “Kita berfilsafat untuk mengevaluasi diri sendiri.”
“Kita
berfilsafat guna merumuskan kerangka berpikir. Bagaimana berpikir yang baik dan
benar.” sahut salah satu yang hadir dari Divisi Sosial.
Dapat
disimpulkan kegunaan dari Filsafat adalah mengevaluasi segenap pengetahuan yang
kita miliki. Pembicara berbicara lebih dalam, “sebelum berbicara lebih jauh
mengenai filsafat, kita harus menjawab pertanyaan-pertanyaan ini nih:
“What
is a man?”
“What
is?”
“What?”
Salah
seorang yang kritis diantara kami mencoba menjawab apa pengertian manusia, yang
intinya begini; Manusia itu khalifah. Kenapa? Karena kita diciptakan di muka
bumi ini sebagai pemimpin. Memimpin Bumi, Negara, Propinsi, Kabupaten
Kecamatan, Desa, Keluarga, Komunitas, Grup, dsb. Dalam hal terkecil namun
sangat penting, kita harus memimpin diri sendiri. Dan yang harus selalu kita
ingat, sebagai pemimpin kita bertanggung jawab atas apa yang kita pimpin.
“Ada
jawaban lain?”
Yang
lain pun memberikan pendapatnya, “Manusia adalah makhluk yang berpikir. Dapat
dikatakan demikian karena setiap kita pasti berpikir. Bahkan disaat kita tidur
pun sebenarnya otak kita memilah informasi-informasi yang berguna. Artinya kita
berpikir juga di saat tidur.”
“Ehm,
cukup ekstrim juga jawabanmu, ada yang lain?”
“Manusia
itu terdiri dari sel-sel yang kemudian membentuk jaringan, dimana
jaringan-jaringan membentuk organ, organ-organ membentuk sistem organ,
sistem-sistem organ membentuk tubuh kita. Bahkan dalam Biologi, manusia
diklasifikasikan sebagai Mamalia loh.” Jawab seseorang yang duduk lesehan di
paling kanan.
“Cukup
eksak juga, ada yang lain ga nih? Ayo aktif donk!”
Yang
duduk lesehan paling kiri ikut ambil suara, ”Manusia itu terdiri dari dua
bagian. Yaitu raga dan ruh.”
Pembicara
merangkum jawaban-jawaban tadi, “Okey, jawaban temen-temen sudah bagus. Dan
memang tidak ada jawaban yang salah mengenai hal ini. Tetapi akan lebih baik
jika kita menilik pendapat para tokoh soal apa pengertian manusia itu. Yang
pertama mari kita lihat pendapat dari filsuf ekonomi, Adam Smith.”
“Manusia
adalah makhluk ekonomi yang bertujuan mencari kenikmatan sebesar-besarnya dan
menjauhi ketidaknyamanan”.
“Pendapat
Bapak ekonomi ini dapat dibenarkan. Pada dasarnya manusia memang mencari
kenikmatan sebesar-besarnya dan menjauhi ketidaknyamanan. Tidak ada manusia
yang tidak ingin bahagia. Setiap kita juga mencoba sekuat tenaga menghindari
ketidaknyamanan dalam hidup.”
“Setuju
temen-temen?”
“Iya
sih tapi itu terkesan relatif gak sih? Jika dari sudut pandang ekonomi memang
demikian pengertian manusia. Adakah sudut pandang yang lain?”
“Nah
ini yang kedua, jika dilihat dari sudut pandang Manajamen. Manusia itu makhluk
sosial dimana antar manusia terjadi hubungan guna mencapai tujuan bersama.
Hubungan ini adalah suatu keniscayaan karena Manusia tidak dapat hidup sendiri.
Manusia memerlukan orang lain. Mustahil ada manusia yang bisa hidup tanpa orang
lain.”
Yang
ketiga pandangan dari sisi Agama, bahwa Manusia adalah Khalifah.
“Apa
itu khalifah? Dari segi bahasa, khalifah berarti wakil Allah, Mandataris.
Sebagai kalifah kita harus……”
Sedang
asyik-asyiknya dan panas-panasnya berdiskusi. Dari arah utara seseorang berseragam
putih datang menghampiri. Wah pasti ada apa-apa nih, ucap kami semua (dalam
hati tentunya). Satpam ini menegur kami,
“Maaf,
ini acara apa ya? sesuai peraturan, disini tidak boleh ada kegiatan seperti
ini…”
Kami
mencoba membela diri, “Loh Pak, sudah beberapa minggu ini kami mengadakan kumpul
bareng disini, tapi tidak ada yang menegur, jadi setahu kami boleh-boleh
saja..”
“Maaf
dek, peraturannya memang seperti itu, tidak boleh mengadakan kegiatan komunitas
di sekitar sini, kan untuk mahasiswa sudah ada tempatnya tersendiri..”
Kami
pun terpaksa mengalah dan bersedia pindah. Namun sialnya, setelah mendapat
tempat yang cukup teduh dan baru beberapa menit melanjutkan diskusi, satpam
yang tadi kembali lagi. Karena dikira kucing-kucingan kami pun menjelaskan
lebih jauh tentang komunitas kami beserta kegiatan rutinnya, menjelaskan
kembali bahwa minggu lalu kami juga disini dan tidak ada yang menegur. Beberapa
dari kami meminta maaf kepada Satpam itu. Satpam itu juga memberikan penjelasan
bahwa dia hanya menjalankan perintah dari atasannya.
Di
bawah pohon yang rindang, kami duduk lesehan. Diskusi berlanjut dengan agak
was-was beberapa saat,takut mbok satpam tadi nongol kembali. Setelah beberapa
menit, diskusi kembali berjalan dan tentunya mengasyikan. Kami melanjutkan
pembicaraan mengenai Khalifah.
“Jadi
temen-temen, dapat disimpulkan Khalifah itu wakil Allah, Mandataris, kita
diberi wewenang oleh Allah untuk mengurus bumi ini, oleh karena itu jadilah manusia
seutuhnya. Caranya?”
Cara
menjadi Manusia yang seutuhnya adalah kita harus bisa menjawab tiga pertanyaan
ini:
1. Darimana
2. Untuk
Apa
3. Kemana
“Ada
yang tahu darimana kita berasal?”
“Kita
berasal dari Tuhan.” Seseorang membuka jawaban.
Pembahasan
mengenai Tuhan ini sangat seru karena menimbulkan pertanyaan yang terus
menerus. Kami mencoba menjawab pertanyaan klasik dari para atheis, yaitu: Jika
Tuhan ada, apa buktinya?.
Sesorang
dari kami menjawab, “Orang Tuhan itu diluar bukti kok.”
“Jadi
bagaimana?”
“Ya
singkatnya, ini wilayah Iman toh..”
Dan sebagainya dan seterusnya…dapat
disimpulkan jawaban mengenai pembahasan pertama, darimana kita berasal adalah kita
berasal dari Tuhan. Tuhan ada di dekat kita. Tuhan bersama kita. Dikisahkan
juga mengenai perdebatan mengenai Tuhan dari masa dahulu sampai masa sekarang.
Yang intinya, titik temu perbedaan pendapat akan eksisitensi tuhan belum
ditemukan, bahkan mungkin tidak akan pernah ditemukan.
Sebagai
pengetahuan, kita harus membedakan antara Agnostik dan Atheis. Agnostik adalah
orang yang percaya tuhan tetapi tidak percaya agama. Sedangkan Atheis adalah
orang yang menganggap segala hal di dunia ini terjadi begitu saja, tiba-tiba
ada, tidak ada itu namanya tuhan sang pencipta.
Pembicara
melanjutkan, “Pertanyaan yang kedua: Untuk apa kita hidup?”
Kami
pun berdiskusi panjang lebar, ada yang menjawab kita hidup untuk berkembang
biak, ada yang menjawab kita hidup untuk mencari kebahagiaan, ada juga yang
menjawab kita hidup di dunia ini sebagai Khalifah, dan sebagainya dan
seterusnya.
Dalam
diskusi ini juga disinggung mengenai teori Darwin yang menganggap manusia
berasal dari kera yang berevolusi. Terdapat kesalahan dari teori ini, kesalahan
teori Darwin dapat dibuktikan secara empiris. Jika memang manusia berasal dari
kera yang berevolusi seharusnya saat ini, ada spesies kera yang sedang
berevolusi menuju kecerdasan seperti manusia, namun kenyataanya tidak ditemukan
spesies tersebut.
Bukti
lain dari kesalahan teori evolusi adalah ditemukannya fosil capung yang
terperangkap selama berjuta tahun dan ternyata anatomi tubuh capung dari dahulu
dan sekarang tetap sama. Sebagai penguat, ada salah satu tokoh yang menentang
teori Darwin, dia adalah Harun yahya (nama pena dari Adnan Oktar), Ia menentang
Darwinisme dengan mengkaji dari Al-Quran, yaitu surat ke 23 Ayat 13-36. Singkat
kata teori Darwin itu lemah, ada missing link, bahkan Darwin sang pencipta
teori tersebut masih ragu akan thesisnya sendiri.
“Pertanyaan
yang ketiga: kemana kita setelah hidup di dunia ini?”
Jawaban
pun bermunculan, ada yang menjawab, hey..belum ada laporan dari orang yang
sudah mati jadi masih merupakan sebuah misteri, secara ilmiah kita menjadi
tulang belulang, menjadi tanah. Namun sejatinya kita ini terdiri dari dua
bagian, jasmani dan rohani. Nah jasmani ini yang hancur sementara rohani (dalam
hal ini Ruh) tidak akan hancur. Urutan perjalannya seperti ini: Dunia-Alam
kubur-Padang Mahsyar-Akhirat (surga atau neraka).
Hal-hal
penting lain dalam diskusi ini yaitu, kita dapat membagi karakter dasar seorang
filsuf menjadi 3 bagian:
1. Menyeluruh,
saling mengaitkan.
2. Mendasar
atau Fundamental
3. Spekulatif
atau Gambling
Selanjutnya
kami berbicara mengenai standar kebenaran. Dari mana standar kebenaran?.
Standar kebenaran berasal dari Tuhan dan Manusia. Dari Tuhan itu kebenaran yang
mutlak sedangkan dari manusia kebenaran itu relatif. Bisa dikategorikan lebih
luas, standar kebenaran itu bisa dari: pendapat kebanyakan orang, tradisi, hawa
nafsu, orang tua, dan agama (Tuhan).
Karena
keterbatasan waktu dan lainnya, akhirnya kami menyudahi diskusi tentang Filsafat
Ilmu ini. Intinya adalah kita harus berfilsafat dalam kehidupan.
Di tulis oleh : Muhammad Syafik
Editor : Nur Novilina Arifianingsih
0 comments