Monday 12 January 2015

Filsafat Ilmu


Di ruangan itu, ada 8 orang yang membentuk setengah lingkaran dimana satu orang berada di depan sebagai pembicara, tema kali ini dapat dikatakan cukup berat, dalam, mengasyikan, sekaligus membingungkan.
“Ada yang  tahu apa itu filsafat?”. Pembicara pun memulai diskusi dengan pertanyaan yang menggelitik untuk di jawab. Jawaban-jawaban pun saling berurutan (karena memang diharuskan untuk aktif dalam diskusi ini). Semua jawaban dapat dibenarkan.
Pembicaraan atau diskusi berlanjut. Sebagai pengantar, pembicara memberikan kisah mengenai tanya jawab menarik antara seseorang yang sedang mencari jati diri dengan seorang Filsuf kenamaan.
“Apakah Anda tahu ada berapa golongan manusia di dunia ini??”, tanya seseorang yang ingin tahu ini.
“Wah itu pertanyaan yang lumayan sulit untuk dijawab, tapi akan saya coba untuk menjawabnya. Jadi manusia di dunia ini dibagi menjadi 4 Golongan:
1.      Orang yang tahu di tahunya
2.      Orang yang tahu di tidak tahunya
3.      Orang yang tidak tahu di tahunya
4.      Tidak tahu di ketidaktahunya
Dapat disimpulkan orang yang terakhir adalah yang paling berbahaya, karena orang ini sok tahu, padahal sebenarnya dia tidak tahu, bahkan yang dia ketahui adalah sesuatu yang. Kau tahu? Harus kita luruskan.”
Pembicara melanjutkan pemaparannya,
“Nah, temen-temen semua, ada pertanyaan lain yang tak kalah penting nih. Kenapa kita perlu berfilsafat?. Apa kegunaanya?”
Salah seorang menjawab, “Kita perlu berfilsafat karena kita butuh untuk memecahkan masalah.”
“Bisa dijabarkan lebih jauh?”
“Ya, sebagai contoh begini, Ketika kita lapar, Apa yang harus kita lakukan? Kita seharusnya mencari makan? Darimana makanan dapat kita peroleh? Kita bisa membuatnya atau membeli diwarung makan. Apakah kita uang kita cukup? Dan seterusnya dan sebagainya. Jadi berfilsafat perlu guna memecahkan problem yang kita hadapi, dalam contoh ini problem akan rasa lapar.”
“Jawaban yang bagus dan dapat diterima, ada yang lain?”
Jawab seseorang, “Kita perlu berfilsafat guna meng-upgrade pikiran kita.”
Sahut yang lain, “Kita berfilsafat untuk mengevaluasi diri sendiri.”
“Kita berfilsafat guna merumuskan kerangka berpikir. Bagaimana berpikir yang baik dan benar.” sahut salah satu yang hadir dari Divisi Sosial.
Dapat disimpulkan kegunaan dari Filsafat adalah mengevaluasi segenap pengetahuan yang kita miliki. Pembicara berbicara lebih dalam, “sebelum berbicara lebih jauh mengenai filsafat, kita harus menjawab pertanyaan-pertanyaan ini nih:
“What is a man?”
“What is?”
“What?”
Salah seorang yang kritis diantara kami mencoba menjawab apa pengertian manusia, yang intinya begini; Manusia itu khalifah. Kenapa? Karena kita diciptakan di muka bumi ini sebagai pemimpin. Memimpin Bumi, Negara, Propinsi, Kabupaten Kecamatan, Desa, Keluarga, Komunitas, Grup, dsb. Dalam hal terkecil namun sangat penting, kita harus memimpin diri sendiri. Dan yang harus selalu kita ingat, sebagai pemimpin kita bertanggung jawab atas apa yang kita pimpin.
“Ada jawaban lain?”
Yang lain pun memberikan pendapatnya, “Manusia adalah makhluk yang berpikir. Dapat dikatakan demikian karena setiap kita pasti berpikir. Bahkan disaat kita tidur pun sebenarnya otak kita memilah informasi-informasi yang berguna. Artinya kita berpikir juga di saat tidur.”
“Ehm, cukup ekstrim juga jawabanmu, ada yang lain?”
“Manusia itu terdiri dari sel-sel yang kemudian membentuk jaringan, dimana jaringan-jaringan membentuk organ, organ-organ membentuk sistem organ, sistem-sistem organ membentuk tubuh kita. Bahkan dalam Biologi, manusia diklasifikasikan sebagai Mamalia loh.” Jawab seseorang yang duduk lesehan di paling kanan.
“Cukup eksak juga, ada yang lain ga nih? Ayo aktif donk!”
Yang duduk lesehan paling kiri ikut ambil suara, ”Manusia itu terdiri dari dua bagian. Yaitu raga dan ruh.”
Pembicara merangkum jawaban-jawaban tadi, “Okey, jawaban temen-temen sudah bagus. Dan memang tidak ada jawaban yang salah mengenai hal ini. Tetapi akan lebih baik jika kita menilik pendapat para tokoh soal apa pengertian manusia itu. Yang pertama mari kita lihat pendapat dari filsuf ekonomi, Adam Smith.”
“Manusia adalah makhluk ekonomi yang bertujuan mencari kenikmatan sebesar-besarnya dan menjauhi ketidaknyamanan”.
“Pendapat Bapak ekonomi ini dapat dibenarkan. Pada dasarnya manusia memang mencari kenikmatan sebesar-besarnya dan menjauhi ketidaknyamanan. Tidak ada manusia yang tidak ingin bahagia. Setiap kita juga mencoba sekuat tenaga menghindari ketidaknyamanan dalam hidup.”
“Setuju temen-temen?”
“Iya sih tapi itu terkesan relatif gak sih? Jika dari sudut pandang ekonomi memang demikian pengertian manusia. Adakah sudut pandang yang lain?”
“Nah ini yang kedua, jika dilihat dari sudut pandang Manajamen. Manusia itu makhluk sosial dimana antar manusia terjadi hubungan guna mencapai tujuan bersama. Hubungan ini adalah suatu keniscayaan karena Manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia memerlukan orang lain. Mustahil ada manusia yang bisa hidup tanpa orang lain.”
Yang ketiga pandangan dari sisi Agama, bahwa Manusia adalah Khalifah.
“Apa itu khalifah? Dari segi bahasa, khalifah berarti wakil Allah, Mandataris. Sebagai kalifah kita harus……”
Sedang asyik-asyiknya dan panas-panasnya berdiskusi. Dari arah utara seseorang berseragam putih datang menghampiri. Wah pasti ada apa-apa nih, ucap kami semua (dalam hati tentunya). Satpam ini menegur kami,
“Maaf, ini acara apa ya? sesuai peraturan, disini tidak boleh ada kegiatan seperti ini…”
Kami mencoba membela diri, “Loh Pak, sudah beberapa minggu ini kami mengadakan kumpul bareng disini, tapi tidak ada yang menegur, jadi setahu kami boleh-boleh saja..”
“Maaf dek, peraturannya memang seperti itu, tidak boleh mengadakan kegiatan komunitas di sekitar sini, kan untuk mahasiswa sudah ada tempatnya tersendiri..”
Kami pun terpaksa mengalah dan bersedia pindah. Namun sialnya, setelah mendapat tempat yang cukup teduh dan baru beberapa menit melanjutkan diskusi, satpam yang tadi kembali lagi. Karena dikira kucing-kucingan kami pun menjelaskan lebih jauh tentang komunitas kami beserta kegiatan rutinnya, menjelaskan kembali bahwa minggu lalu kami juga disini dan tidak ada yang menegur. Beberapa dari kami meminta maaf kepada Satpam itu. Satpam itu juga memberikan penjelasan bahwa dia hanya menjalankan perintah dari atasannya.
Di bawah pohon yang rindang, kami duduk lesehan. Diskusi berlanjut dengan agak was-was beberapa saat,takut mbok satpam tadi nongol kembali. Setelah beberapa menit, diskusi kembali berjalan dan tentunya mengasyikan. Kami melanjutkan pembicaraan mengenai Khalifah.
“Jadi temen-temen, dapat disimpulkan Khalifah itu wakil Allah, Mandataris, kita diberi wewenang oleh Allah untuk mengurus bumi ini, oleh karena itu jadilah manusia seutuhnya. Caranya?”
Cara menjadi Manusia yang seutuhnya adalah kita harus bisa menjawab tiga pertanyaan ini:
1.      Darimana
2.      Untuk Apa
3.      Kemana
“Ada yang tahu darimana kita berasal?”
“Kita berasal dari Tuhan.” Seseorang membuka jawaban.
Pembahasan mengenai Tuhan ini sangat seru karena menimbulkan pertanyaan yang terus menerus. Kami mencoba menjawab pertanyaan klasik dari para atheis, yaitu: Jika Tuhan ada, apa buktinya?.
Sesorang dari kami menjawab, “Orang Tuhan itu diluar bukti kok.”
“Jadi bagaimana?”
“Ya singkatnya, ini wilayah Iman toh..”
 Dan sebagainya dan seterusnya…dapat disimpulkan jawaban mengenai pembahasan pertama, darimana kita berasal adalah kita berasal dari Tuhan. Tuhan ada di dekat kita. Tuhan bersama kita. Dikisahkan juga mengenai perdebatan mengenai Tuhan dari masa dahulu sampai masa sekarang. Yang intinya, titik temu perbedaan pendapat akan eksisitensi tuhan belum ditemukan, bahkan mungkin tidak akan pernah ditemukan.
Sebagai pengetahuan, kita harus membedakan antara Agnostik dan Atheis. Agnostik adalah orang yang percaya tuhan tetapi tidak percaya agama. Sedangkan Atheis adalah orang yang menganggap segala hal di dunia ini terjadi begitu saja, tiba-tiba ada, tidak ada itu namanya tuhan sang pencipta. 
Pembicara melanjutkan, “Pertanyaan yang kedua: Untuk apa kita hidup?”
Kami pun berdiskusi panjang lebar, ada yang menjawab kita hidup untuk berkembang biak, ada yang menjawab kita hidup untuk mencari kebahagiaan, ada juga yang menjawab kita hidup di dunia ini sebagai Khalifah, dan sebagainya dan seterusnya.
Dalam diskusi ini juga disinggung mengenai teori Darwin yang menganggap manusia berasal dari kera yang berevolusi. Terdapat kesalahan dari teori ini, kesalahan teori Darwin dapat dibuktikan secara empiris. Jika memang manusia berasal dari kera yang berevolusi seharusnya saat ini, ada spesies kera yang sedang berevolusi menuju kecerdasan seperti manusia, namun kenyataanya tidak ditemukan spesies tersebut.
Bukti lain dari kesalahan teori evolusi adalah ditemukannya fosil capung yang terperangkap selama berjuta tahun dan ternyata anatomi tubuh capung dari dahulu dan sekarang tetap sama. Sebagai penguat, ada salah satu tokoh yang menentang teori Darwin, dia adalah Harun yahya (nama pena dari Adnan Oktar), Ia menentang Darwinisme dengan mengkaji dari Al-Quran, yaitu surat ke 23 Ayat 13-36. Singkat kata teori Darwin itu lemah, ada missing link, bahkan Darwin sang pencipta teori tersebut masih ragu akan thesisnya sendiri.
“Pertanyaan yang ketiga: kemana kita setelah hidup di dunia ini?”
Jawaban pun bermunculan, ada yang menjawab, hey..belum ada laporan dari orang yang sudah mati jadi masih merupakan sebuah misteri, secara ilmiah kita menjadi tulang belulang, menjadi tanah. Namun sejatinya kita ini terdiri dari dua bagian, jasmani dan rohani. Nah jasmani ini yang hancur sementara rohani (dalam hal ini Ruh) tidak akan hancur. Urutan perjalannya seperti ini: Dunia-Alam kubur-Padang Mahsyar-Akhirat (surga atau neraka).
Hal-hal penting lain dalam diskusi ini yaitu, kita dapat membagi karakter dasar seorang filsuf menjadi 3 bagian:
1.      Menyeluruh, saling mengaitkan.
2.      Mendasar atau Fundamental
3.      Spekulatif atau Gambling
Selanjutnya kami berbicara mengenai standar kebenaran. Dari mana standar kebenaran?. Standar kebenaran berasal dari Tuhan dan Manusia. Dari Tuhan itu kebenaran yang mutlak sedangkan dari manusia kebenaran itu relatif. Bisa dikategorikan lebih luas, standar kebenaran itu bisa dari: pendapat kebanyakan orang, tradisi, hawa nafsu, orang tua, dan agama (Tuhan).
Karena keterbatasan waktu dan lainnya, akhirnya kami menyudahi diskusi tentang Filsafat Ilmu ini. Intinya adalah kita harus berfilsafat dalam kehidupan. 
Di tulis oleh : Muhammad Syafik
Editor : Nur Novilina Arifianingsih
Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...

0 comments

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© 2011 Komunitas Gali Softskill (GOKILL)
Designed by BlogThietKe Cooperated with Duy Pham
Released under Creative Commons 3.0 CC BY-NC 3.0
Posts RSSComments RSS
Back to top